Minggu, 08 November 2015

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

A. Pendahuluan
Pemerintah politik masa khulafar rosyidin di masa abu bakar, umar, usman , dan ali sudah pasti berbeda setiap memegang ke pimpinannya, pada masa Khulafar Rasydin prinsip musyawarah, pemerintahan yang di laksanakanya merupakan realisasi dan dari pada penerapan ajaran al- quran dan sunah rasul . pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafar Rasyidin , dan system pendidikanya. Sistem pemerintahan yang di titikan oleh pendahuluannya yang dapat menambah wawasan pembaca tentang pemerintahan yang pernah di praktikan dan di terapkan dalam dunia islam hingga saat ini.
Umat Islam seharusnya merasa bangga, karena dalam sejarah hanya umat Islamlah yang telah dapat menguasai sepertiga dari dunia. Semua ini tidak terlepas dari kesungguhan umat Islam dalam menaklukan serta menda`wahkan ajaran Islam keberbagai penjuru. Mulai dari zaman rasul hingga pada zaman khulafa ar-Rasyidun.
Pembunuhan khlifah Ustman secara zalim ketika itu diakibatkan fitnah yang dibangkitkan oleh ‘Abd Allah ibn Saba’. Beliau seorang Yahudi dari Yaman yang berpura-pura mengaku Islam dan mencetuskan fitnah terhadap Khalifah ‘Uthman. Fitnahnya sampai sekarang masih dipercayai oleh golongan Syi’ah. Dan khalifah yang lainya pun juga demikian.
Salah satu hasutannya adalah dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW telah mewasiatkan yang akan menjadi pengganti beliau adalah Ali. ‘Abd Allah menuduh bahwa ‘Uthman telah berlaku zalim karena tidak mematuhi wasiat Nabi SAW, dikarenakan mengangkat dirinya sebagai khalifah, bukannya Ali. ‘Abd Allah mengapi-apikan masyarakat untuk bangkit dan mencerca pemimpin-pemimpin mereka yaitu ‘Uthman dan para gubernurnya. Cerita tentang keburukan ‘Ustman dan para gubernurnya semakin meluas sehingga tersebar ke wilayah lain.


Nabi Muhammad SAW. Tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan  menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan total persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukanya. Tidak lama setelah beliau wafat, dan belum lagi jenazah beliau di makamkan, para sejumlah tokoh muhajirin dan anshar berkumpul dibalai kota sa’idah, kota Madinah. guna merundingkan siapa yang akan menjadi pemimpin pemerintahan untuk menggantikan beliau. Dengan semangat ukhuwah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar ash shiddiq lah yang terpilih untuk menjadi pemimpin menggantikan rasulullah SAW.[1]
Sepeninggal rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar- dasar tradisi dari sang guru agung bagi kemajuan islam dan ummatnya. Oleh karena itu, gelar khulafaur rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka. Yaitu Abu Bakar Ash- Shiddiq, Umar bin Khoththab, Usman bin Affan, serta Ali bin Abi Thalib.[2]

Pendidikan Islam Pada Masa al-Khulafaur-rasyidin
Kalau masa Rasulullah SAW dianggap sebagai masa penyemaian nilai kebudayaan Islam ke dalam sistem budaya bangsa arab pada masa itu, dengan meluasnya ajaran Islam yang mempunyai sistem budaya yang berbeda-beda, maka pendidikan Islam masa Khulafaurrasyidin ini perlu penanaman nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan subur.  Adapun pendidikan masa khulafaurrasyidin ini :

B.     ABU BAKAR ASH- SHIDDIQ (11- 13 H/632 634 M)
Abu Bakar lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat. Abu Bakar adalah nama gelar yang diberikan oleh kaum muslim kepadanya. Nama aslinya adalah Abdullah abu quhafah. Lalu ia mendapat gelar Ash- Shiddiq setelah masuk islam karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama isra’ wal mi’raj.
Sebagai seorang pemimpin umat islam setelah rasul. Abu Bakar disebut khalifah rasulillah (pengganti rasul) yang dalam perkembanganya disebut khalifah saja. Sedangkan pengertian dari khalifah adalah seorang pemimpin yang diangkat setelah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas- tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa sesungguhnya kedudukan nabi tidak bisa digantikan. Karena tidak ada seorang pun yang menerima ajaran tuhan setelah nabi Muhammad SAW. Sebagai penyampai wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan tuhan yang tidak dapat diambil alih oleh seorngpun. Menggantikan rasul hanyalah perjuangan nabi.
Hal menarik dari Abu Bakar adalah pidato yang disampaikan sehari setelah pengangkatanya, menegaskaan totalitas kepribadian dan komitmen abu Bakar terhadap nilai- nilai islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi ummat sepeninggal rasulullah SAW. Di bawah ini adalah kutipan dari pidato Abu Bakar.

“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah……..”
Pada masa awal pemerintahannya, khalifah Abu Bakar telah dihadapkan pada tiga peristiwa penting yang memerlukan solusi segera. Pertama adalah orang yang murtad, kedua adalah munculnya nabi-nabi palsu dan ketiga, orang yang enggan membayar zakat.
            Pada waktu kepemimpinan Abu Bakar  terjadi beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang arab yang masih lemah imanya, justru menyatakan murtad. Mereka melepaskan diri kesetiaan dengan menolak memberi baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama islam.
Dengan adanya pembangkangan orang arab tersebut, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula- mula hal itu di maksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali kejalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi- nabi palsu dan orang- orang yang enggan membayar zakat.
Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka khalifah Abu Bakar mengirimkan pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dengan operasi penumpasan yang dipimpin oleh panglima perang Khalid Bin Walid telah gugur sebanyak 73 orang sahabat dekat Rasulullah. Dan para penghafal Al- Qur’an. Kenyataan ini menyebabkan umat islam telah kehilangan sebagian para penghafal Al- Qur’an. Dan jika hal ini tidak diperhatikan, maka lama kelamaan sahabat- sahabat penghafal Al-Qur’an  akan habis dan akhirnya akan terjadi perselisihan dikalangan umat islam tentang kitab suci mereka. Oleh karena itu sahabat Umar Bin Khathab mengusulkan kepada khalifah supaya seger mengumpulkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dari hafalan-hafalan para sahabat Nabi penghafal Al-Qur’an yang masih tersisa.[3] 
Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun tiga bulan sebelas hari. Pada tahun 634 M ia meninggal. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan masalah atau persoalan dalam negeri terutama tantangan yang di timbulkan oleh suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan oleh khalifah Abu Bakar, sebagaimana Rasulullah, bersifat sentral,. Kekuasaan legislative, eksekutif, dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Dan dalam pemerintahanya pula sang khalifah Abu Bakar selalu mengajak para sahabat- sahabatnya untuk bermusyawarah dalam menjalankan roda kepemerintahanya, juga dalam menjalankan hukum.[4]
Selain keberhasilanya menegakan kekuatan hukum dan politik islam, banyak pula yang dicapai pada msa kepemimpinan Abu Bakar Ash- Shiddiq, seperti:
1.      perbaikan sosial kemasyarakatan
2.      pengumpulan ayat- ayat Al- Qur’an
3.      perluasan dan penyebaran agama islam.
Selain itu, terdapat usaha lain yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar dalam upaya pencapian kebesaran peradapan islam, misal perluasan wilayah islam ke luar jazirah arab. Perluasan dan penyebaran agama islam tersebut mulai dilkukan khalifah Abu Bakar ke wilayah irak, Persia, dan syiria.[5]
Setelah memulihkan keadaan atau ketertiban didalam negeri, Abu Bakar lalu mengalihkan perhatianya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan bizantium, yang pada akhirnya menjurus kepada peperangan. Melawan dua kekaisaran itu. Yakni kekaisaran Romawi dan kekaisaran syiria. Dengan mengirimkan pasukan secara besar- besaran untuk melawan mereka. Yang mana tentara islam pada waktu itu dipimpin oleh Musanna dan Kholid bin Walid untuk datang ke irak dan menaklukan Hirah. Sedangkan yang ke syiria, suatu Negara di sebelah utara arab yang dikuasai oleh bangsa romawi timur (Bizantium) Abu Bakar mengutus empat panglima, yaiti Abu Ubaidah, Yazid bin Abi sufyan, Amr bin Ash, dan syurahbil. Ekspedisi ke syiria ini memang sangat besar artinya dalam konstalasi politik umat islam karena daerah protektorat itu merupakan front terdepan wilayah kekuasaan islam dengan Romawi timur.
Faktor penting lainya dari pengiriman pasukan besar- besaran ke syiria ini sehingga dipimpin oleh empat panglima sekaligus adalah karena umat  islam arab memandang syiria sebagai bagian integral dari semenanjung arab. Negeri itu didiami oleh suku bangsa arab yang berbicara menggunakan bahasa arab. Dengan demikian baik untuk keamanan umat islam (arab) maupun untuk pertalian nasional dengan orang- orang syiria adalah sangat penting bagi kaum muslimin (arab). Ketika pasukan islam sedang mengancam palestina, iraq, dan kerajaan Hirah, dan telah meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka beberapa kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya, khalifah Abu  Bakar meninggal dunia pada usia 63 tahun hari senin, 23 agustus 624 M setelah lebih kurang 15 hari terbaring ditempat tidur.
1. Masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H / 632-634 M)
            Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi masalah ummat yang cukup serius, yang harus diselesaikan dengan cara yang tegas dan pasti. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi Abu Bakar itu sebagai berikut :
-         Kaum murtad
-         Orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi beserta para pendukungnya
-         Kaum yang tidak mau membayar zakat.
Adapun sebab-sebab mereka berbuat demikian adalah :
-         Ajaran Islam belum dipahami benar
-         Motivasi Islamnya bukan karena kesadaran dan keinsyafan iman yang sungguh-sungguh tapi karena pertimbangan politik dan ekonomi.
-         Rasa kesukuan yang mendalam, mereka menganggap Islam menempatkan mereka dibawah kekuasaan bangsa Quraisy.
-         Kesalahan memahami ayat-ayat al-Qur'an yang menimbulkan anggapan bahwa dengan wafatnya Rasulullah SAW mereka tidak mempunyai kewajiban melaksanakan ajaran agama Islam.

Dalam menghadapi kaam pemberontak ini, terlebih dahulu mereka dikirimi surat dengan maksud untuk menyadarkan kembali kepada jalan yang benar. Akan tetapi para pemberontak itu tetap membangkang, makanya Abu Bakar memeranginya.
Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasar-dasar kekuatan bagi perjuangan perluasan da’wah dan pendidikan Islam.

2. Perekonomian Pada Masa Abu Bkar
Setelah nabi Muhammad Wafat, Abu Bakar Ash – Shidiq RA terpilih sebagai kholifah islam yang pertama, pada masa pemerintahannya yang hanya berlangsung dua tahun.


  1. Kebijakan umum kholifah Abu Bakar RA dibidang ekonomi
Salama masa khalifahnya Abu Bakar sidiq RA menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain sebagai berikut:
Sebagai orang fiqih yang profesinya sebagai berniaga, abu bakar sidik menerapkan praktek akad – akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
1. menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat
2. Tidak menjadikan akhli badar ( orang –orang yang berzihad pada perang badar) sebagai pejabat negara
3.  Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara
4. Mengelolah barang tambang ( rikaz ) yang terdiri dari emas, perak, perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara
5. Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristuk daerah kekuasaan masing – masing
6. Tidak merubah kebijakan rasullah SAW dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasullah Saw Abu Bakar RA tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka pada masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta, atau benda benda lainya.

  1. Penerapan prinsif persamaan dalam distribusi kekayaan negara.
            Dalam usahanya meningkatkan kesejatrahan masyarakat, khalifah abu Bakar RA melaksanakan kebijakan ekonomi sebagaimana yang dilakukan Rasullah SAW. Ia memperhatikan skurasi penghitungan Zakat.hasil penghitungan zakat dijadiakn sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal dan langsung di distribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.

  1. Wafatnya kholifah Abu Bakar RA
            Al – Waqidi dan Al- Hakim meriwayatkan dari aisyah, ia berkata ”awal sakit ayahku ialah pada saat beliau mandi pada hari senin tanggal 7 jumadil akhir. Kemudian ia merasa kedinginan seharian. Beliau terkena demam selama 15 hari yang membuatnya tidak bisa menghadiri shalat jamaah. Ayahku meninggal pada malam selasa tanggal 22 jumadil akhir, akhir tahun ke 13 H dalam usia 63 tahun. Menjelang ajalnya menurut ibnu asaikar dari yasir bin hamzah – abu bakar Ra, berkata ,” Sesungguhnya saya telah mewasiatkan sesutu tentang penggantiku, apakah kalian rela dengan apa yang aku lakukan?” orang – orang itu berkata, kami rela kecuali yang engkau tentukan sebagai penggantimu adalah umar !” khalifah Abu Bakar berkata, Ya. Dia memeng umar.” dengan demikian, khalifah Abu Bakar Ra wafat dengan mewasiatkan pengangkatan Umar sebagai penggantinya.

C.    UMAR BIN KHATHTHAB (13-23 H/ 634-644 M)
Umar bin Khaththab lahir pada tahun 513 M. nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bi Nufail. Ayahnya bernama Nufail ibnu Abdul ‘uzza al- Quraisyi dan berasal dari suku bani Adi. Sedangkan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim ibnu mughirah ibnu Abdillah. Silsilahnya berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW pada generasi kedelapan yaitu Fihr. Umar dilahirkan di makkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih, dan adil serta pemberani.
Ternyata waktu dua tahun belumlah cukup untuk menciptakan stabilitas keamanan. Maka Khalifah Abu Bakar menunjuk Umar untuk menggantikanya. Penunjukan itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perselisihan dikalangan umat islam. Setelah umar menjadi khalifah, ia berkata kepada umatnya:
“Orang- orang arab seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui, dengan nama Allah SWT, begitulah aku akan menunjukan kepada kamu kejalan yang harus engkau lalui.”
            Meskipun pengangkatan Umar sebagai Khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi harus tetap dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah. Yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat islam. Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai pengangkatan Umar. Sahabat thalhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya itu. Namun karena Umar adalah orang yng tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua masyrakat islam. Umar bin Khaththab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah” (Pengganti dari pengganti Rasulullh). Ia juga mendapat gelar Amir al- Mukminin (Komandan orang- orang beriman) sehubungan dengan penaklukan- penaklukan yang berlangsung pada masa pemerintahanya.[6]
Di zaman Umar gelombang ekspansi perluasan wilyah pertama terjadi, ibu kota Syiria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah syiria jatuh ke bawah kekuasaan islam.
Karena perluasan wilayah terjadi sangat cepat, Umar pada waktu itu sesegera mungkin menyusun dan mengatur administrasi Negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkenbang terutama di persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah privinsi. Yaitu, Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah Arab, Basrah, Kuffah, Palestina, dan Mesir.
Dengan meluasnya wilayah islam sampai keluar jazirah Arab, penguasa memikirkan pendidikan di daerah-daerah diluar jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adapt dan kebudayaan yang berbeda dengan islam. Untuk itu, khalifah Umar memerintahkan kepada para panglima yang berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Maka khalifah Umar pun mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang ditaklikan, yang bertugas mengajarkan isi kandungan Al-Qur’an dan ajaran islam kepada penduduk yang baru masuk islam.
Karena Negara islam sudah menyebar luas keluar jazirah Arab, maka pusat pendidikan bukan saja di Madinah tetapi tersebar juga di kota-kota besar lainya. Pada waktu itu juga, sarana-sarana pendidikan yang berbentuk halaqoh telah tumbuh  dengan baik. Menurut sebagian riwayat bahwa khuttab sebagai lembaga pendidikan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok-pokok agama islam telah tumbuh pada masa khulafa’ Al-Rasyidin.
Pada masa khulafa’ Al-Rasyidin sebenarnya sudah ada tingkat pengaajaran. Hamper seperti masa sekarang, tingkat pertama ialah kuttab, yaitu tempat anak-anak belajar menulis dan membaca atau menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok agama islam. Setelah tamat Al-Qur’an, mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid ini terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi.[7]    
Keberhasilan pasukan islam dalam penaklukan suriah di masa khalifah Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Dari suriah, pasukan kaum muslimin melanjutkan langkah ke mesir dan membuat kemenangan- kemenangan di wilayah Afrika utara.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13- 23 H/ 634- 644 M). masa jabatanya berakhir dengan kematian. Ia di bunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’a yang secara tiba- tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah khalifah yang hendak mendirikan sholat subuh yang telah di tunggu oleh jamaahnya di masjid nabawi di pagi buta itu. Umar terluka parah , dari pembaringanya ia mengangkat syura’ yang akan memilih penerus tongkat kekhalifahan umar. Umar wafat tiga hari setelah penikaman atas dirinya yakni 1 muharram 23 H/ 644M. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan oleh Abu Bakar. Ia menunjuk enam orang sahabat dan memintak kepada mereka untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi khalifah menggantikan Umar. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf.[8]
Pusat kekuasaan di madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat, Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar- dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang. Umar mendirikan beberapa dewan, membangun baitul mal, mencetak uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat  para hakim, dan menyelenggarakan “Hisbah”. Umar juga meletakkan prinsip- prinsip demokratis dalam pemerintahanya dengan membangun jaringan pemerintahan sipil yang sempurna. Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai menciptakan peraturan- peraturan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang terhadap kebijaksanaan yang telah ada jika itu diperlukan demi tercapainya kemaslahatan umat islam.

1.      Ekspedisi ke Utara
Selepas berjaya mengurangkan golongan riddah, Syaidina Abu Bakar mula menghantar panglima-panglima perang Islam ke utara untuk memerangi Byzantine (Rom Timur) dan Empayar Parsi. Khalid Al-Walid berjaya menawan Iraq dalam hanya satu kempen ketenteraan. Beliau juga menempuh kejayaan dalam beberapa ekspedisi ke Syria. Menurut seorang orientalis Barat, kempen Saidina Abu Bakar hanyalah sebuah lanjutan daripada Perang Riddah. Hal ini jelas salah memandangkan kebanyakan golongan riddah terletak di selatan Semenanjun Arab dan bukannya di utara.
.
1. Pengumpulan Al-Quran
Menurut ahli sejarah Islam, selepas Perang Riddah ramai orang yang mahir menghafaz Al Quran terbunuh. Saidina Umar Al-Khatab (khalifah yang berikutnya) meminta Saidina Abu Bakar untuk mula menjalankan aktviti pengumpulan semula ayat-ayat Al Quran. Saidina Uthman Affan kemudiannya melengkapkan aktiviti pengumpulan Al Quran semasa beliau menjadi khalifah.

2. Kewafatan Saidina Abu Bakar As-Siddiq
Saidina Abu Bakar wafat pada 23 Ogos 634 di Madinah iaitu dua tahun selepas menjadi khalifah. Ada dua pendapat mengenai sebab kematian Saidina Abu Bakar. Ada yang mengatakan disebabkan keracunan dan ada pula yang mengatakan Saidina Abu Bakar meninggal dunia secara biasa. Sebelum kewafatannya, Saidina Abu Bakar mengesa masyarakat menerima Saidina Umar Al-Khatab sebagai khalifah yang baru. Saidina Abu Bakar dikebumikan di sebelah makam Nabi Muhammad s.a.w. di Masjid an-Nabawi yang terletak di Madinah

3. Sumbangan Saidina Abu Bakar
Saidina Abu Bakar walaupun hanya memerintah selama dua tahun (632-634), tetapi beliau banyak menyumbang terhadap perkembangan Islam. Beliau berjaya menumpaskan golongan Riddah yang ada diantaranya murtad dan ada diantaranya mengaku sebagai nabi. Beliau juga mula mengumpulkan ayat-ayat Al Quran dan beliau juga berjaya meluaskan pengaruh Islam.
Kekuasaan yang dijalankan pada massa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasululllah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum,. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah.

2. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H / 634-644 M)
            Setelah Abu Bakar wafat, kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab. Usaha memperluas wilayah Islam yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang gemilang. Wilayah pada masa Umar meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir dan Barqah. Bangsa-bangsa tersebut sebelum Islam masuk ke negaranya telah memiliki kebudayaan dan peradaban lama.
            Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan kehidupan dalam segala bidang. Keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya memerlukan pemikiran yang sangat serius. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan tenaga manusia yang memiliki ketrampilan dan keahlian yang memadai bagi kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya.
            Semangat berda’wah dan pendidikan dari kaum muslimin yang berada di daerah-daerah baru menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi. Thomas W. Arnold mengatakan ketentuan-ketentuan khusus mengenai metode dan materi pendidikan dan pengajaran agama bagi para penduduk yang baru masuk Islam segera disusun, demi mencegah kesimpang siuran pemahaman agama, baik yang menyangkut dasar-dasar pokok iman maupun mengenai ibadah dan muamalah. Langkah-langkah pencegahan ini perlu, mengingat derasnya arus penduduk yang berbondong-bondong masuk Islam. Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk setiap negeri, yang bertugas mengajarkan kepada penduduk setempat tentang isi al-Qur'an dan soal-soal lain yang berhubungan dengan masalah agama.
 Pada masa ini bahasa arab mulai menampakkan dirinya sebagai bahasa linguage franka dalam wilayah Islam, selain digunakan sebagai alat komunikasi juga sebagai alat pemahaman al-Qur'an dan agama Islam pada umumnya serta pemersatu kesatu paduan ummat. Dengan demikian kebudayaan Islam mulai terbina.
3. Perekonomian Pada Masa Umar
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn Al-Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. la juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja
  1. Pendirian Lembaga Baitul Mal
Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesat 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 H. oleh karena jumlah tersebut sangat besar, Khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.

  1. Kepemilikan Tanah
Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut.

  1. Zakat
Pada masa Rasulullah Saw., jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum Muslimin karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.

  1. Ushr
Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) jual-beli (maqs).
  1. Sedekah dari non-Muslim
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen; Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib merupakan suku Arab Kristen yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah.

D. USMAN BIN AFFAN (23-36 H/ 644-656 M)
Di masa pemerintahan Usman (644- 655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhsil direbut ekspansi islam pertama berhenti disini.[9]
Masa pemerintahan khallifah Utsman tidak terputus dengan rangkaian penaklukan yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan khalifah Umar. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya. Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.
pada pemerintahan Utsman negri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh Sa`id bin Ash. Dikatakan , bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah meyertakan Al-Hasan dan Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah bin Al-Abbas, `Amr bin Ash, dan zubair bin Awwam. Pada masa pemerintahan usman pun kaum muslimin berhasil memaksa raja Jurjun untuk memohon berdamai dari Sa`ad bin Ash dan untk ini ia bersedia menyerahkan upeti senilai 200.000 dirham setiap tahun kepadanya. Termasuk juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi dibeberapa  negri yang telah masuk kebawah kekuasaan Islam dizaman Umar. Pendurhakaaan itu ditimbulkan oleh pendukung- pendukung pemerintah yang lama atau dengan kata lain pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam kekuasaan Islam, mereka hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain adalah Khurasan dan Iskandariah.

Kekhalifahan yang ketiga adalah Usman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Usman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyahdari suku quraisy. Usman dilahirkan pada tahun 573 M. ia memeluk islam karena ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi SAW. Usman  adalah orang yang kaya namun ia berlaku selayaknya orang yang tidak punya  dan kekayaanya sebagian besar digunakan untuk kepentingan islam, sehingga Usman mendapat gelar Zun nurain artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri Nabi SAW secara berurutan setelah salah satu meninggal.
Seperti halnya Umar, Usman diangkat menjadi khalifah melalui proses pemilihan bedanya, Umar ditunjuk secara langsung sedangkan Usman diangkat dengan penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan syura’ yang dibentuk oleh Umar menjelang wafatnya
Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang terdiri dari enam orang calon. Dengan perintah memilih salah seorang dari mereka untuk diangkat menjadi seorang khalifah. Wal hasil Usmanlah yang terpilih untuk menjadi khalifah selanjutnya untuk menggantikan Umar. Pada masa awal- awal pemerintahanya, Usman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan islam. Sedangkan tempat- tempat strategis yang sudah dikuasai seperti Mesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencana secara cermat di semua lini.
Karya monumental Usman lain yang dipersembahkan kepada umat islam adalah penyusunan kitab suci Al- Qur’an. Maksud dari penyusunan itu ialah untuk mengakhiri perbedaan- perbedaan serius dalam bacaan Al- Qur’an. Yang padam waktu itu di ketuai oleh Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpukan tulisan- tulisan Al- Qur’an adalah dari habsyah, salah seorang istri Nabi SAW. Kemudian dewan itu membuat beberapa salinan naskah Al- Qur’an untuk di sebarkan ke berbagai daerah atau wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnnya.
Setelah melewati beberapa kemajuan, pada paruh terakhir masa kekuasaanya, Usman menghadapi berbagai pemberontakan dan penbangkangan didalam negeri yang dilakukan oleh orang- orang yang kecewa terhada tabiat khalifah dan beberapa kebijakan pemerintahanya. Situasi politik di akhir pemerinthan Usman benar- benr semakin mencekam. Bahkan juga berbagai usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan umat disalah pahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Dan bahkan masyarakat mengecam Usman serta menuduh  bahwa Usman tidak mempunyai otoritas untuk menerapkan isi Al- Qur’an yang di bukukan itu. Dengan kata lain mereka mendakwa Usman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan keagamaan yang tidak dimilikinya.
Dengan berbagai kecaman dari masyarakatnya itu, Usman telah berupaya untuk membela diri dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuanya. Tentang pemborosan uang misalnya, memang benar jika dikatakan bahwa Usman membantu para saudaranya, namun usman membantu itu tidak mengambil uang dari kas Negara, melainkan dari uang pribadinya sendiri. Bahkan Usman tidak mengambil gaji yang menjadi haknya. Justu Usman jatuh miskin ketika ia menjabat sebagai khalifah karena hartanya dipergunakan untuk membantu saudaranya. Selain itu juga waktu habis untuk mengurusi umatnya.
Dalam hal ini Usman berkata: “Pada saat pencapaianku menjadi khalifah, aku adalah pemilik kambing dan unta yang palinh banyak di Arab. Hari ini aku tidak memiliki kambing atau unta kecuali yang digunakan untuk ibadah haji. Tentang penyokong mereka, akumemberikan kepada merekaapapun yang dapat aku berikandari milik pribadiku. Tentang harta kekayaan Negara, aku menganggapnya tidak halal (haram) baik bagi diriku sendirimaupaun orang lain. Aku tidak mengambil apa pun dari kekayaan Negara, apa yang aku makan adalahi hasil dari nafkahku sendiri.”
Pemberontakan demi pemberontakan terus terjadi dan menyeluruh. Rakyat bangkit menentang gubernur yang diangkat oleh khalifah menggantikan ‘Amr bin Ash karena konflik soal pembagian ghanimah Pemberontakan itu berhasil mengusir gubernur yang di angkat oleh khalifah. Kemudian mereka pergi secara berramai- ramai menuju kota Madinah, di tangah perjalanan, pemberontak dari basrah bertemu dengan pemberontak dari kuffah dan mereka pun bergabung untuk menyampaikan keluhan mereka. Kemudian khalifah pun menuruti mereka, akhirnya mereka pulang ke daerahnya masing- masing, akan tetapi ditengah perjalanan mereka menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang menerangkan para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut mereka, surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam, sekretaris khalifah, sehingga mereka memintak supaya Marwan diserahkan. Namun khalifah tidak mengizinkan. Sedangkan Ali ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai tetapi mereka tidak menerimanya. Kemudian mereka mengepung rumah khalifah dan membunuhnya, ketika khalifah sedang membaca Al- Qur’an pada tahun 53 H/ 17 juni 656 M.
Selain peristiwa politik diatas, juga akan dibahas mengenai pelaksanaan pendidikan islam. Pelaksanaan pendidikan pada masa ini tidak jauh berbeda dengan masa-masa sebelunya. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada. Usaha kongkrit dalam bidang pendidikan islam belum dikembangka pada masa khalifah usman. Karena usman sudaah merasa puas terhadap pendidikan islam yang telah berjalan pada masa-masa sebelumnya. Namun yang penting untuk dicatat, suatu prestasi yang gemilang telah dicapai pada masa pemerintahan khalifah ketiga ini. Yaitu usaha pembukuan kitab suci Al-Qur’an yang mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pendidikan islam.
Gugur di tangan pemberontak
Proses terjadinya pembunuhan atas diri Khalifah Utsman r.a. ternyata banyak diteliti oleh para sejarawan, terutama para penulis sejarah Islam. Ada beberapa versi yang muncul mengenai siapa sebenarnya yang membunuh Khalifah Utsman r.a. Said Al-Afghaniy, yang bukunya dianggap autentik oleh para sejarawan menunjuk bahwa Muhammad bin Abu Bakar Ash Shiddiq-lah yang merencanakan pembunuhan itu, tetapi yang melaksanakan rencana dua orang temannya.
Menurut Said Al-Afghaniy, Muhammad bin Abu Bakar bersama dua orang temannya memanjat dinding belakang kamar Khalifah. Ketika itu Khalifah sedang membaca Al-Qur’an dan hanya ditemani oleh isterinya yang bernama Na’ilah. Setelah berhasil memasuki kamar Khalifah, Muhammad Bin Abu Bakar langsung menyerbu Khalifah. Lalu janggutnya yang sudah memutih dipegangnya keras-keras. Khalifah dengan nada sedih berkata: “Lepaskan janggutku, hai putera saudaraku! Jika ayahmu melihat perbuatan yang kau lakukan ini… aah, alangkah kecewanya dia!”
Hati Muhammad bin Abu Bakar justru terharu, cair dan luluh. Tanpa disadari, tangan yang sedang memegang erat janggut memutih itu mengendor perlahan-lahan dan lepaslah. Tetapi malang, dua orang teman Muhammad yang turut masuk menyerbu tidak dapat menguasai hatinya masing-masing. Tombak pendek yang mereka pegang segera dihunjamkan ke lambung Khalifah Utsman r.a. Seketika itu juga Khalifah gugur. Na’ilah yang menyaksikan adegan itu melolong dan menjerit-jerit histeris bersamaan dengan melesatnya tiga orang pemuda itu lari melompat jendela. Na’ilah terus menerus menjerit: “Amirul Mukminin terbunuh! Amirul Mukminin terbunuh!”
Dalam versi yang sama, tetapi dengan pendekatan yang sedikit berbeda, buku yang berjudul Al-Iqdul Farid, jilid III, halaman 78-82, juga mengungkapkan proses pembunuhan atas diri Khalifah Utsman r.a. Segera setelah mendengar berita tentang terbunuhnya Khalifah Utsman r.a., Imam Ali r.a. termasuk orang pertama yang menuju ke kamar maut. Duka hatinya yang mendalam terpancar terang sekali pada wajahnya ketika menyaksikan sahabatnya gugur secara menyedihkan. Tetapi wajah sendu itu kemudian berubah merah padam waktu ia menoleh kepada dua orang puteranya. “Bagaimana ia bisa terbunuh? Bukankah kalian berdua sudah kuperintahkan supaya berjaga-jaga di depan pintu rumahnya?”  tegor Imam Ali r.a. kepada dua orang puteranya dengan suara membentak.
Tampaknya kemarahan Imam Ali r.a. demikian hebatnya, sampai kedua orang puteranya itu dipukulnya sendiri. Kemudian kepada Na’ilah, janda Khalifah Utsman r.a. yang sedang dirundung malang ia bertanya tentang siapa sebenarnya yang membunuh Khalifah.
“Aku tak tahu,” jawab Na’ilah. “Yang kulihat ada dua orang tak kukenal masuk bersama Muhammad bin Abu Bakar…” ujarnya sambil menangis. Lalu diceritakan oleh Na’ilah apa yang telah dilakukan oleh Muhammad bin Abu Bakar.
Ketika Imam Ali r.a. mengecek keterangan Na’ilah kepada Muhammad bin Abu Bakar, putera Khalifah pertama itu hanya mengatakan: “Wanita itu tidak berdusta. Aku memang masuk ke kamar itu dengan rencana hendak membunuh Utsman. Tetapi pada saat ia mengingatkan aku tentang ayahku, aku sadar kembali dan bertaubat.”
Dengan nada sungguh-sungguh dan penuh penyesalan, putera Khalifah Abu Bakar r.a itu kemudian melanjutkan kata-katanya: “Demi Allah, aku tidak membunuhnya!”
Menanggapi keterangan Muhammad bin Abu Bakar itu, Na’ilah pada lain kesempatan berkata kepada Imam Ali r.a.: “Bahwa apa yang dikatakan oleh Muhammad itu benar. Tetapi dialah yang membawa masuk dua orang pembunuh itu.”
Agak berbeda dengan dua riwayat tersebut di atas, versi lain lagi yang ditulis oleh sejarawan terkemuka juga, At-Thabariy, dalam bukunya Tarikh, jilid III, mengatakan pada halaman 421 sebagai berikut:
Seorang demi seorang memasuki kamar Khalifah yang sedang membaca Al-Qur’an. Tapi orang-orang itu mundur kembali karena ragu-ragu hendak membunuh Khalifah yang sudah lanjut usia. Kemudian masuklah Qutairah dan Saudan bin Hamran bersama seorang lagi yang dipanggil dengan nama Al-Gafhiqiy. Dengan sebatang besi yang dibawanya, Al-Gafhiqiy menghantam Khalifah Utsman. Qur’an yang sedang dibaca oleh Khalifah ditendang sampai jatuh di depan orangtua itu, kemudian memerah dibasahi cucuran darah yang mengalir dari luka-luka Khalifah. Saudan segera maju untuk menebas leher Khalifah, tetapi isterinya yang menyaksikan kejadian itu cepat-cepat bergerak maju untuk menahan pedang yang sedang diayun, sehingga putuslah jari-jarinya.
Habis melakukan pembunuhan kejam itu, tidak lupa mereka merampas benda-benda berharga yang ada dalam ruangan. Bahkan mereka mencoba melucuti perhiasan yang sedang dipakai oleh anak-anak dan isteri Khalifah Utsman. Tetapi ketika mereka mendengar pekik dan jerit para wanita, terpaksa mereka buru-buru lari keluar. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 18 bulan Dzulhijjah, tahun 35 Hijriyah, yaitu waktu Khalifah Utsman genap berusia 82 tahun.
Terbunuhnya Khalifah ketiga ini merupakan alamat buruk yang menandai akan terjadinya krisis baru yang lebih hebat lagi di kalangan ummat Islam masa itu. Bagi Imam Ali r.a. sendiri, peristiwa itu menempatkan dirinya pada kedudukan yang serba sulit. Sebab terbunuhnya Khalifah berarti terjadinya kekosongan pimpinan yang serius dan tak mudah diatasi. Sedang wilayah Islam sudah sedemikian luasnya membentang dari barat sampai ke timur.

1. Perluasan Islam dimasa Utsman bin Affan
Masa pemerintahan khallifah Utsman tidak terputus dengan rangkaian penaklukan yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan khalifah Umar. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya. Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.
Pada pemerintahan Utsman negri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh Sa`id bin Ash. Dikatakan , bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah meyertakan Al-Hasan dan Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah bin Al-Abbas, `Amr bin Ash, dan zubair bin Awwam. Pada masa pemerintahan usman pun kaum muslimin berhasil memaksa raja Jurjun untuk memohon berdamai dari Sa`ad bin Ash dan untk ini ia bersedia menyerahkan upeti senilai 200.000 dirham setiap tahun kepadanya.
Termasuk juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi dibeberapa  negri yang telah masuk kebawah kekuasaan Islam dizaman Umar. Pendurhakaaan itu ditimbulkan oleh pendukung- pendukung pemerintah yang lama atau dengan kata lain pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam kekuasaan Islam, mereka hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain adalah Khurasan dan Iskandariah.[10]
Pada tahu 25 H. Penguasa di Iskandariyah mengingkari perjanjiaan dengan Islam, karena mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang menjanjikan mereka bermacam-macam janji yang muluk-muluk. Maka Utsman memerintahkan gubernur Amru bin Ash yang ketika itu menjabat sebagi penguasa di Mesir untuk memerangi Iskandariyah, sehingga Akhirnya penguasanya mengutus dutanya untuk membuat perjanjain dan kembali tunduk kepada kerajaan Islam di Madinah.
Pada tahun 31H penduduk Khurasan mendurhaka sehingga Utsman mengirim Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara untuk menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam dengan penduduk Merw, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merw As-Syahijan, dan lain-lain dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini kaum muslimin berhasil menaklukan kembali wilayah Khurasan. Secara singkat daerah-daerah selain dari dua ini  yang telah dikuasai pada masa Utsman  adalah: Azerbaijan, Arminiyah, Sabur, Afrika Selatan, Undulus ( Spain), Cyprus, Persia, dan Tabristan. Menurut para ahli sejarah mereka berpendapat bahwa zaman pemerintahan khalifah Utsman bin Affan sebagai Zaman keemasan dimana tentara Islam mendapat kemenagan yang luar biasa, satu demi satu, dan mereka dapat mengusai banyak dari negri-negri yang dahulunya berada dibawah kekuasaan Romawi Persia dan juga Turki. Secara singkat umat Islam pada saat itu telah sampai pada puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang kemiliteran, yang tidak diraih oleh zaman-zaman sesudahnya.

2. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M)
            Dalam menjalankan tugas kepiminpinannya Usman bin Affan banyak menghadapi masalah politik yang sangat gawat. Masa enam tahun pertama kebijaksanaannya nampak baik, tapi masa enam tahun terakhir kelemahan-kelemahan pribadinya mulai nampak, sehingga berdampak negatif bagi pemerintahannya.
            Kegiatan pendidikan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh para sahabat Rasul menghasilkan ulama tabiin.
            Kegiatan pendidikan yang paling besar yang dilakukan Usman bin Affan adalah menyalin sebuah mushaf sebagai rujukan umat Islam yang disebut dengan mushaf usmani karena sebelumnya sudah terjadi perselisihan dalam hal bacaan al-Qur'an.
Pada masa pemerintahan Usman bin AffanTugas mendidik dan mengajar umat diserahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat dan menggaji guru-guru / pendidik. Sedang para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya itu hanya dengan mengharapkan keridhoan Allah semata.
Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada fase pembinaan, pendidikan dan pelajaran. Dalam fase pembinaan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar peserta didik memperoleh kemantapan iman, sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah SAW. Dalam fase pendidikan lebih ditekankan pada ilmu-ilmu praktis, dengan maksud agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Pelajaran-pelajaran lain yang sangat penting untuk menunjang pemahaman al-Qur'an dan Hadis juga diberikan seperti pelajaran bahasa arab, menulis, membaca, tata bahasa, syair dan pribahasa.
Tempat belajar masih seperti sebelumnya, mereka belajar di kuttab, di mesjid atau di rumah-rumah yang mereka sediakan sendiri atau ke rumah gurunya.
Demikian sarana dan wahana pendidikan pada masa Usman bin Affan, ia melanjutkan apa yang telah ada. Dia sendiri lebih sibuk menghadapi masalah pemerintahannya.

3. Awal Terjadinya Fitnah Dan Pembunuhan Ustman
a. Penyebab timbulnya fitnah
Pembahasan mengenai sebab-sebab timbulnya fitnah sebagaimana di kemukakan dalam buku-buku sejarah dari berbagai sumber-tanpa melihat benar atau setidaknya- tak dapat mejelaskan dinamika peristiwa-peristiwa yang terjadi, atau menjelaskan sebab-sebab esensial di balik fitnah. Berikut ini di kemukakan secara garis besar sebab-sebab munculnya fitnah.
Pada masa Utsman ada orang-orang yang murka kepadanya. Karena Utsman suka memperhatikan dan mengontrol mereka, baik sahabat atau bukan sahabat. Utsman meminta pertanggung jawaban atas pekerjaan mereka dan menanyai mereka mengenai masalah tersebut. Orang-orang yang tidak suka  kepada Utsman ada juga dari kalangan borjuis. Sebab, pada masa Utsman aneka bentuk hura-hura telah menjalar. Lalu Utsman mengasingankan mereka ke luar Madinah dan terputus sama sekali dengan kehidupan Madinah, sehingga membuat mereka murka kepadanya.
perbeda dengan mereka, ada juga orang-orang yang tidak senang kepda Utsman dari orang-orang juhud dan wara` yang melihat harta dan kekayaan sudah memperdaya kaum muslimin, akibat penaklukan-penaklukan perang, sehingga melupakan mereka dari akhirat, selain itu melimpahnya harta rampasan perang juga telah  melahirkan kecenderungan hidup bersenang-senang bukan hanya di kalangan prajurit yang baru memeluk islam, tetapi juga di kalangan sebagian sahabat-sahabat nabi yang pada umumnya diberi jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran.
Di antara mereka juga ada pegawai-pegawai yang di berhentikan dari jabatannya seperti `Amru bin Ash, sehingga tersingung pada Utsman. Begitu juga kebencian mulai tersebar kesejumlah orang yang cemburu pada bani Umayyah yang mendapatkan posisi bagus, sehingga mereka itu dendam pada Utsman karena menggunakan kaum kerabatnya. Selain kebijakan politik, kebijakan keagamaan dan ijtihad Khalifah dalam beberapa kasus hukum ibadah juga menimbulkan reaksi negatif yang keras. Ath Thabari mengutup riwayai Al-Waqidy yang bersumber dari ibn Abbas.
Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan orang tentang Ustman secara terang-terangan bahwa selama masa kepemimpinannya ia melakukan shalat secara lengkap (tidak qasar) di Mina, (saat ibadah haji), (perkataan Ibn Abbas ini merujuk kepada cara shalat di waktu safar seperti haji.Rasulullah menetapkan bahwa orang yang bepergian melakukan shalat dengan cara di qasar, yaitu meringkas jumlah rakaat shalat dari empat menjadi dua-dua). mendahulukan khutbah sebelum shalat ied, , mengizinkan orang membayar zakat sendiri-sendiri, memberikan sebagian tanah sitaan (negara) kepada shahabat dekatnya, mempersatuka umat Islam dengan satu mushaf al-Qur’an, menentukan kawasan lahan terlindung, menghadiahkan pemberian dari bait al-mal kepada keluarga dekatnya.
Inilah ringkasan mengenai sebab-sebab timbulnya fitnah (kekisruhan) seperti di kemukakan literatur-liratur sejarah. Namun pertanyaan yang muncul ialah, apakah hal-hal di atas dirasa cukup menjadi pemicu timbulnya fitnah yang sangat ironis itu? Tentu saja tidak. Karena sesungguhnya apa yang terjadi pada Utsman, juga bisa terjadi pada orang lain, seperti Umar bin Khatab misalnya, padahal tidak semua orang setuju dengan Umar karena ia bersikap lebih keras kepada mereka dengan apa yang dilakukan Utsman.

b.Terbunuhnya kahlifah Usman
Semua faktor antagonisme yang berakumulasi dalam rentan waktu yang cukup lama.kemudian mengkristal menjadi pembangkangan terhadap kahlifah dan para pejabatnya. Dimulai dengan membangun jaringan oposisi yang bersifat kritis terhadap kebijakan-kebijakan kahlifah yang di pandang nepotis dan boros dalam penggunaan uang nergara, sampai akhirnya jadi gerakan pressure group yang menuntut paksa aga khalifah Utsman bersedia meletaka jabatannya. Beberapa kali delegasi kaum penentang datang menemui khalifah untuk menyampaikan aspirasi politilk mereka.tettapi tampaknya tidak ada perubahan kebijakan yang dapat memuaskan hati mereka, sehingga bertambah tahun kecaman mereka semakin meningkat.
Tahun 35 H. Merupakan puncak kematangan rencana kaum penentang untuk memaksa khalifah mundur dari jabatnnya atau memecat pejabat yang berasal dari sukunya kemudian mengubah kebijakan pendistribusian kekayaan negara lebih berpihak kepada masyarakat luas miskin.Yang pada dasarnya ini hanyalah taktik mereka untuk menjatuhkan Utsman, adapun mengenai pemberian kepada mereka (pejabat pemerintahan dalam hal ini lebih banyak dari keluarganya), Utsman memberi dari hartanya sendiri, bukan menggunakan harta kaum muslimin untuk kepentingan saya atau kepentingan siapapun. Utsman telah memberikan tunjangan yang menyenangkan dalam jumlah besar dari pangkal hartanya sendiri sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,masa Abu Bakar dan masa Umar_semoga Allah meridhoinya.
Setelah terjadi beberapa insiden yang benar-benar mengancam keselamatn jiwa khalifah karena keberingasan para pendemonstran, maka dengan bantuan Ali, Kalifah Utsman berhasil meyakinkan mereka bahwa beliau bersedia mengabulkan tuntunan mereka selain mengundurkan diri. Yaitu merubah kebijakan serta mengadakan penggantian para pejabat yang tidak di sukai rakyat, termasuk mengganti gubernur Mesir, Abdullah bin Sa’an bin Abi Sarah,oleh Muhammad bin Abu Bakar. Keputusan itu untuk sementara memberikan rasa lega kepada rombongan penentang  dia memberi optimisme pulihnya kedamaian. Karena itu pula mereka bersedia membubarkan diri untuk kemudian pulang ke negri asal mereka. Tetapi sejarah berbicara lain,selang beberapa hari rombongan demonstran dari Mesir meninggalkan Madinah, mereka kembali lagi dengan membawa kemarahan yang meluap-luap. Kini di tangan mereka ada sebuah surat rahasia yang di rampas dari seorang budak Utsman yang sedang berlari kencang menuju Mesir.. isi surat yang bersetempelkan Khalifah Utsman memerintahkan kepada Gubernur Mesir agar menangkap dan membunuh para pemberontak yang dipimpim Muhammad bin Abi Bakar. Ali bin Abi Thalib mencoba mengklarifikasi surat itu kepada Utsman. Dengan bersumpah atas nama Allah Utsman menolak telah menulis maupun mengirim surat tersebut. Beliau bahkan menantang agar di bawakan bukti dan dua orang saksi atas tuduhan penulisan surat itu. Kini Utsman di hadapkan kepada dua tuntutan dari para demonstran : segera mengundurkan diri atau menyerahkan Marwan bin al Hakam, sekretaris Khalifah yang juga keponakan kepada mereka untuk diminta pertanggung jawabannya tentang surat itu. Namun Ustman bersikukuh pasa pendiriannya tidak akan mengundurkan diri dan tidak menyerahkan Marwan kepada mereka. Setelah tiga hari tiga malam ultimatum para perusuh tidak di gubris oleh Utsman, beberapa penjaga berhasil menerobos barisan penjaga gedung Utsman dari atap rumah bagian samping lalu membunuh Utsman yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an.
Terbunuhnya Khalifah Ustman di tangan para demonstran menyisakan banyak teka-teki sejarah yang tak kunjung terjawab secara memuaskan. Terutama mengenai surat rahasia itu, siapa sebenarnya yang paling mungkin menulisnya? Demikian juga mengenai orang yang paling bertanggung jawab sebagai eksekutor dalam pembunuhan Utsman, sehingga lebih pantas untuk di Qishas kepadanya? Kemudian, mungkinkah ada aktor intelektual yang bekerja secara sistematis di belakang layar dari jaringan gerakan pembangkangan terhadap Khalifah Utsman itu, sebagaimana di sebut-sebut adanya tokoh misterius Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang kemudian berpura-pura mauk Islam dan kemudia membawa paham-paham aneh ke tubuh Umat?[11]
Ketidak pastian jawaban terhadappersoalan-persoalan di atas tidak lah kecil artinya dalam menambah keruhnya situasi politik di sepanjang masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang di baiat menggantikan Utsman.
Ustman menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk mendendamnya. Beliau bahkan lebih di cintai  oleh orang-orang Qurais ketimbang Umar. Karena Umar bersikap keras terhadap mereka, sedangka Ustman bersikap lemah lembut dan sellu menjali hubungan dengan mereka. Akan tetapi, masyarakat mulai berubah sikap tarkala Ustma lebih mengutamakan kerbtnya dalam pemerintahanya. Kebijakn ini dilakukan Ustman atas pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu perintah Allah SWT. Namun atas kebijakan itulah yang menyebabkan pembunuhanya.
Ibnul Asakir meriwayatkan dari Az-Zuhri, ia berkata, “aku pernah berkata kepada Sa’id Bin musayyab, ‘ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Ustman? Bagaimana hal ini bias terjadi? Ibnul Musayyab berkata, ‘Ustman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya adalah zalim dan dan pengkhianatnya adalan orang yang memerlukan ampunan. Kemudian Ibnul Musayyab menceritkanya sebab pembunjuhanya.
Para penduduk Mesir dating mengadukn Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, ustman menulis surat kepadanya yang berisikan nasihay dan peringatan kepadanya. Namun Abi Sarh tidak mau menerima nasihat Ustman, ahkan mengambil tindakan keras kepada orang yang mengadukanya.
Selanjutnya para tokoh sahabat. Seperti Ali, Thalhah, dan Aisyah mengusulkan agar Ustman memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya dengan orang lain. Lalu Ustman berkata, maka pilihlah orang yang bias menggantikanya. Mereka mengsulkan Muhammad bin Abu Bakar. Ustman pun setuju dan mengangkatnya secara resmi. Kemudian para sahabat membawa surat keputusan dari Ustman untuk dibawa ke Mesir. Sebelum sampai di Madinah, mereka ertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan unta yang berjalan maju mundur.

E.     ALI BIN ABI THALIB (36-41 H/ 656-661 M)
            Setelah khalifah Usman wafat, masyarakat secara beramai- ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib untuk menjadi Khalifah pada waktu itu. Dengan begitu, Ali menjadi khalifah keempat dari kekhalifahan islam. Ali merupakan keponakan sekaligus menantu Nabi SAW. Ali adalah putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi yang telah ikut sejak bahaya kelaparan  mengancam kota makkah.[12]
Setelah bencana terjadi, Nabi Muhammad SAW. Memohon kepada pamanya yang lain, agar Ibnu Abdul Mutahlib membantu saudaranya yang sedang  terkena musibah. Akhirnya Abbas setuju dan mengambil Ja’far Ibnu Abi Thalib untuk diasuh, sementara Nabi mengambil Ali Ibn Abi Thalib untuk diasuhnya juga. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang baik dan cerdas dibawah asuhan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW selalu memberi kasih sayang yang besar kepadanya, sebagaimana yang diberikn kepada anak- anaknya.
Ali adalah orang yang memiliki banyak kelebihan. Selain itu ia adalah pemegang kekuasaan . beberapa hari pembunuhan Usman, stabilitas keamanan kota Madinah menjadi rawan. Galiqi bin Harb memegang kekuasaan ibu kota islam itu selama kurang lebih lima hari sampai terpilihnya khalifah yang baru kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Usman. Dan mendapat baiat dari sejumlah kaum muslimin.
Kota Madinah pada waktu sedang kosong, para sahabat banyak yang berkunjung ke wilayah- wilayah yang baru ditaklukan . hanya beberapa sahabat yang masih ada di Madinah. Antara lain  Thalhah bin Ubaidillah dan zubair bin Awwam.
Tugas pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali adalah menghidupkan cita- cita Abu Bakar, Umar untuk menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan Usman kepada kaum kerabatnya kedalaam kepemilikan Negara. Ali juga menurunkah gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat.
Oposisi terhadap khalifah secara terang- terangan dimulai oleh Aisyah, , Thalhah, dan zubair. Mereka memiliki alasan tersendiri. Mereka menuntut Ali untuk menghukum para pembunuh Usman.  Akan tetapi tuntutan mereka tidak mungkin dikabulkan oleh Ali.
Pertama, karena tugas utama yang mendesak dilakukan dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan mengonsolidasikan kedudukan kekhalifahan.
Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah perkara yang mudah. Khalifah Usman tidak dibunuh oleh hanya satu orang, melainkan banyah orang dari mesir, irak, dan arab secara langsung terlibat pembunuhan itu.
Sebenarnya khalifah Ali  ingin menghindari pertikaian atau peperangan. Ali mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak. Dan akhirnya pertempuran dahsyat pun terjadi. Perang ini dikenal dengan perang “ jamal (unta)” karena ‘Aisyah dalam pertempuran itu menunggangi unta. Ali berhasil mengalahkan mereka. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika mereka hendak melarikan diri, sedangkan ‘Aisyah ditawan dan dikirim kembli ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijakan- kebijakan Ali juga menimbulkan perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah yang didukung bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah Ali berhasil mengalahkan Zubair  dan kawan- Kawan,  Ali kemudian bergerak ke Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah tentaranya. Pasukanya bertemu dengan pasukan mu’awayah di siffin. Dan pertempuran pun terjadi di daerah ini. Yang kemudian kita kenal dengan peristiwa perang siffin. Peperangan ini diakhiri dengan Arbitrase, tetapi hal itu tidak menyelesaikan masalah. Malah menimbulkan pihak ketiga. Yaitu Al- Khawarij yakni orang yang keluar dari golongan Ali. Dengan munculnya kelompok Al- Khawarij, menjadikan tentara Ali semakin lemah. Sementara posisi mu’awayah semakin kuat. Dan pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M) Ali terbunuh oleh salah seorang dari golongan khawarij.
 Dalam suatu kisah diceritakan bahwa kematian khalifah di akibatkan oleh pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibn Muljam, sebagaimana yang dijelaskan oleh Philip K. Hitty, bahwa: “ pada tanggal 24 januari 661 M, ketika Ali sedang dalam perjalanan menuju masjid kuffah ia terkena hantaman pedang beracun di dahinya. Pedang yang mengenai otaknya tersebut di ayunkan oleh seorang pengikut khawarij, Abd Ar-Rahman Ibn Muljam, yang ingin membalas dendam atas kematian keluarga seorang wanita temanya yang terbunuh di Nahrawan. Tempat terpencil di kuffah yang menjadi makam Ali, kini masyhad Ali di Najaf, berkembang menjadi salah satu pusat ziarah terbesar dalam agama islam.[13]
Sebelum Kholifah Ali bin Abi Tholib meninggal dunia, beliau masih sempat berwasiat kepada kedua putera beliau, yaitu Hasan dan husain sebagai berikut:
1. hendaklah kamu bertaqwa kepada Alloh;
2. Jangan kamu pentingkan dunia dan jangan kamu tangisi apa yang hilang di dunia ini;
3. Kasihanilah dan bantulah anak yatim;
4. Bantulah orang yang teraniaya;
5.Berkatalah yang haq walaupun sebagai akibatnya, kamu akan mendapatkan celaan;
6. Beramallah menurut al-Qur’an;
7. Kerjakan Sholat pada waktunya;
8. Bayarlah zakat bilamana datang waktunya;
9. Berwudhulah dengan sempurna karena tidak sah sholat tanpa berwudhu;
10. Hendaklah engkau selalu meminta ampun kepada Alloh SWT;
11. Tahanlah amarahmu;
12. Hendaklah hubungkan kasih sayang/silaturrohmi;
13. Ajarkan kaum Muslimin beragama;

Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya. Yakni Hasan dalam beberapa bulan. Karena Hasan lemah dalam pemerintahanya, sedangkan Mu’awiyah semakin kuat, maka pada akhirnya Hasan membuat perjanjian damai. Yang mana perjanjian ini dapat mempersatukan umat islam dalam satu pemerintahan politik. Dengan ini, mu’awiyahlah yang menjadi penguasa absolute dalam Islam. Maka pada tahun 41 H/ 661 M dengan persatuan tersebut di kenal dengan tahun jamaah (‘am- Jamaah). Dengan demikian berakhirlah yang di sebut dengan masa Khulafaur Rasyidin. Dan dimulailah kekuasaan bani umayyah dalam sejarah politik islam.
Di mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode khilafah rasyidah. Para khalifahnya disebut Al- khulafa’ al- Rasyidun. Ciri masa ini adalah para khalifah betul- betul menurut teladan Nabi SAW mereka dipilih melalui musyawarah. Yang Dalam istilah disebut demokratis. Setelah ini pemerintahan islam berbentuk kerajaan dan kekuasaan pun diwariskan secara turun temurun. Mereka para khulafaur Rasyidun pada  masa kekhalifahanya, tidak pernah bertindak sendiri dalam memecahkan masalah, mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar- pembesar yang lain. Sedangkan khalifah- khalifah sesudahnya sering bertindak otoriter.   
Telah kita ketahui bahwa pada masa Ali, banyak sekali kekacauan dan pemberontakan yang terjadi pada waktu itu. Bahkan membuat salah seorang sahabat berkomentar. “Sebenarnya tidak ada barang seharipun  keadaan yang setabil selama masa pemerintahan Ali. Tak ubahnya dia sebagai seorang yang menambal kain yang  usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek. Demikianlah nasib Ali.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa khulafaur Al-Rasyidin belum berkembang seperti masa-masa sebelunya. Pelaksanaanya tidak jauh berbeda dengan masa nabi, yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadits. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi umat islam terhadap perluasan wilayah islam dan terjadinya pergolakan politik , khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

  1. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-661 M)
            Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib diisi dengan kekacauan dikalangan umat Islam sendiri. Sampai-sampai Prof Dr Ahmad Shalabi mengatakan “sebetulnya tidak pernah ada barang satu hari pun, keadaan stabil selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Karena itu dapat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mendapat gangguan dan hambatan, terhambat karena adanya perang saudara. Stabilitas dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya perkembangan dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan masyarakat itu sendiri baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pengembangan intelektual dan agama.[14]
            Ali sendiri pada saat itu, tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebih penting dan mendesak, yaitu keamanan dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yakni mempersatukan kembali umat Islam. Akan tetapi sayang, Ali belum sempat meraihnya.

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang kami sajikan pada makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa: Kehidupan politik serta peradapan pada masa khulafaur Rasyidin sudah sangat baik. Sistem pemerintahan sudah tertata rapi walaupun tidak langsung seperti sekarang, tetapi pada masa Khulafaur Rasyidin, Dewan dan Departemen sudah bergerak dibidang masing-masing serta sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh para khalifah dari masa jabatan ke masa jabatan memiliki karakteristik dan tetap berpegang teguh kepada al-Quran  dan sunah Rasul serta tetap menjalankan musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan. Serta system pendidikanya pun sudah menunjukan hasil walaupun tidak begitu sempura, karena msih adanya pemberontakan-pemberontakan pada masanya.
Khulafa ar-Rasyidun yang ketiga Utsman bin Affan memiliki ciri khusus mulai dari kepribadian yang dikenal orang sebagai seorang yang penmalu tapi bukan berarti lemah namun tetap semangat terbukti dengan beberapa prestasi yang dikhususkan dari kahalifah sebelumnya maupun sesudahnya, antara lain telihat dari keberaniaan dalam menjadikan stsandarisasi bacaan Al Qur`an. Dan tetap melanjutkan perluasan daerah keberbagai tempat yang sebelumnya dikuasai oleh kekuasaan besar yaitu Romawi dan Persia.
Namun semua kebaikan yang dilakukan terkadang masih disalah artikan oleh beberapa kalangan, hal ini tak terlepas dari perseteruan politik dari pihak yang sejak awal pengangkatan khalifah Utsman menginginkan Ali yang seharusnya layak menggantikan Umar. Masih menjadi tanda tanya siapa gerangan dibalik semua makar besar yang berakhir dengan pembunuhan Utsman, banyak kalangan ahli sejarah mengatakan seorang yang dahulunya beragama Yahudi bernama Abdullah bin Saba` yang berada dibalik semua ini. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar bahwa ’Cerita-cerita tentang Abdullah bin Saba` terkenal didalam buku-buku sejarah’. Sedankan al-Syututhi dalam ceritanya tentang penolakan penduduk Mesir terhadap Abdullah bin Saba` pada awalnya mengatakan’ lalu banyak orang dari pendudduk Mesir tergoda olehnya, dan itu adalah permulaan pengerahan masa terhadap Utsman’.
Sejarah Utsman bin Affan sangat banyak meninggalkan tanda tanya, yang dikemudian hari padapemerintahan khalifah setelahnya menjadi sumber dari fitnah diantara sahabat-sahabat senior. Pelajaran ini sangat berharga mengingat perpecaahn dalam tubuh umat islam generasi awal tidak lepas dari propoganda-proppoganda yang tidak menginginkan uamt Islam tetap dalam kejayaan.
wallahu `Alam bishawab.

0 komentar:

Posting Komentar